Kewajiban-Kewajiban Shalat Alaihi Wa Sallam




B. Kewajiban-Kewajiban Shalat
1. Takbir al-intiqal (takbir nan mengiringi perubahan gerakan) & ucapan:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri hendak shalat, maka beliau bertakbir ketika berdiri. Kemudian bertakbir ketika ruku', kemudian mengucapkan: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ (Allah mendengar orang nan memuji-Nya)” ketika mengangkat punggungnya dari ruku'. Kemudian mengucapkan, “رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ (Rabb kami, untuk-Mu segala puji)” sambil berdiri. Kemudian bertakbir ketika menyungkur sujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Kemudian bertakbir ketika bersujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Kemudian melakukan semua itu pada semua shalatnya hingga selesai. Beliau bertakbir ketika bangkit dari raka'at kedua setelah duduk (tasyahhud). ” (*1)

Beliau juga bersabda:
“صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ. “
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat. ” (*2)
Beliau juga menyuruh orang nan tak menyempurnakan shalatnya & berkata, “Sesungguhnya belumlah sempurna shalat seseorang dari manusia hingga ia berwudhu' kemudian meletakkan air wudhu'nya (tempat wudhu'nya) kemudian bertakbir & memuji & menyanjung Allah Azza wa Jalla. Lalu membaca (beberapa ayat) al-Qur-an sesuka hatinya. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَرُ (Allah Mahabesar). ” Kemudian ruku' hingga persendiannya tenang. Lalu mengucapkan: “سَـمِعَ اللهُ لِـمَنْ حَـمِِدَه” hingga berdiri tegak. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَرُ”. Kemudian sujud hingga persendiannya tenang. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَـرُ” sambil mengangkat kepalanya hingga duduk tegak. Kemudian mengucap-kan: “اللهُ أَكْبَرُ”. Kemudian bersujud hingga tenang persendiannya. Kemudian mengangkat kepalanya lalu bertakbir. Jika dia melakukan itu, maka telah sempurnalah shalatnya. ” (*3)

2. Tasyahhud awal
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian duduk pada setiap raka'at, maka katakanlah:
“اَلتَّحِيَّـاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَـاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَـاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْـنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. “
‘Segala penghormatan hanya bagi Allah. Begitu pula semua pengagungan & kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpah-kan atas engkau, wahai Nabi. Begitu pula kasih sayang Allah & berkah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan tercurahkan atas kita ini semua & para hamba Allah nan shalih. Aku ber-saksi tak ada ilah nan layak diibadahi selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba & Rasul-Nya. ' Setelah itu hendaklah salah seorang di antara kalian memilih do'a nan ia sukai. Lalu hendaklah ia menyeru Rabb-nya Azza wa Jalla dengannya (do'a itu). ” (*4)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm juga menyuruh orang nan buruk shalatnya & mengatakan, “Jika engkau duduk dlm pertengahan shalat, maka tenangkanlah dirimu, gelarlah paha kirimu kemudian bertasyahhudlah. ” (*5)

3. Wajib meletakkan sutrah (pembatas) di hadapannya jika hendak shalat. Pembatas itu utk menghalangi orang nan lewat & membatasi pandangannya dari melihat apa nan berada di baliknya
Dari Sahl bin Abi Hatsmah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِِِِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلِيَدْنُ مِنهَا، لاَ يَقْطَعُ الشَّيطَانُ عَلَيْهِ صَلاَتَهُ.
“Jika salah seorang di antara kalian shalat, maka hendaklah shalat menghadap ke pembatas & mendekat padanya agar syaitan tak memutus shalatnya. ” (*6)
Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ، فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ.
“Janganlah engkau shalat kecuali menghadap ke pembatas. Dan janganlah engkau biarkan seorang pun lewat di depanmu. Jika dia membantah, maka perangilah (lawanlah) ia. Karena sesungguhnya ia bersama syaitan. ” (*7)
Pembatas bisa berupa tembok, drum, tongkat nan dibenamkan, & hewan tunggangan nan ditambatkan. Hendaklah ia shalat dgn menghadap ke sana. Ukuran minimalnya adalah seperti pelana tunggangan.
Berdasarkan hadits Musa bin Thalhah dari ayahnya, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلاَ يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذلِكَ.
“Jika salah seorang telah meletakkan (pembatas) seukuran pelana di hadapannya, maka hendaklah ia shalat. Dan janganlah ia hiraukan siapa saja nan lewat di belakang (pembatas) itu. ” (*8)
C. Jarak Kedekatan Antara Orang nan Shalat & Pembatasnya
Dari Bilal Radhiyallahu anhu, dia mengatakan:
أَنَّهُ صَلَّّى وَبَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِدَارِ نَحْوَ مِنْ ثَلاَثَةِ أَذْرَعِ.
“Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat. Sedangkan antara dia & tembok berjarak 3 siku (hasta). ” (*9)
Juga dari Sahl bin Sa'd Radhiyallahu anhu, dia berkata:
كَانَ بَيْنَ مُصَلَّى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ الْجِدَارِ مَمَرُّ الشَّاةِ.
“Jarak antara tempat sujud Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dgn tembok adalah selebar jalan kambing. ” (*10)
Jika telah meletakkan pembatas, maka janganlah membiarkan seorang pun lewat antara dia & pembatas.
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَـانَ يُصَلِّي فَمَرَّتْ شَاةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَسَاعَاهَا إِلَى الْقِبْلَةِ حَتَّى أَلْزَقَ بَطْنَهُ بِالْقِبْلَةِ.
“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat. Kemudian seekor kambing lewat di hadapannya, maka beliau pun mendahuluinya ke kiblat hingga beliau tempelkan perutnya ke kiblat. ” (*11)
Juga dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلاَ يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهَ، وَلْيَدْرَأُهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ الشَّيْطَانُ.
“Jika kalian shalat, maka janganlah membiarkan seorang pun lewat di depannya. Dan hendaklah ia tahan semampunya. Jika dia membangkang, maka perangilah (lawanlah), karena sesungguhnya ia adalah syaitan. ” (*12)
Jika tak meletakkan pembatas, maka shalatnya dapat terputus oleh keledai, wanita, & anjing hitam (yang lewat di depannya-ed. ):
Dari 'Abdullah bin ash-Shamit, dari Abu Dzar, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَـامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يُسْتَرَهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ. قُلْتُ: يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْكَلْبِ اْلأَحْمَرِ وَمِنَ الْكَلْبِ اْلأَصْفَرِ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِيْ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِيْ فَقَالَ: “اَلْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ. “
“Jika salah seorang dari kalian shalat, maka dia terbatasi jika di hadapannya terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan. Jika di hadapannya tak terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan, maka shalatnya terputus oleh keledai, wanita, & anjing hitam. ” Aku berkata, “Wahai Abu Dzarr, apa bedanya antara anjing hitam dgn anjing merah atau anjing kuning?” dia berkata, “Wahai anak saudaraku, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana engkau bertanya kepadaku. Lalu beliau menjawab, “Anjing hitam adalah syaitan. ” (*13)
Diharamkan lewat di depan orang nan sedang shalat.
Dari Abu Juhaim Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ.
“Seandainya orang nan lewat di depan orang nan shalat mengetahui balasan nan menimpanya, niscaya berdiri selama 4 puluh lebih baik baginya daripada lewat di depannya. ” (*14)
Pembatas imam adalah pembatas bagi makmum
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَـانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَـاهَزْتُ اْلاِحْتِلاَمَ وَرَسُـوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنَى. فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيِ الصَّفِّ، فَنَزَلْتُ فَأَرْسَلْتُ اْلأَتَانِ تَرْتَعُ. وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ. فَلَمْ يُنْكِرْ ذلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ.
“Aku tiba dgn mengendarai unta betina. Sedangkan aku pada waktu itu telah baligh. Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang mengimami manusia di Mina. Lalu aku lewat di depan shaff, maka aku turun & melepaskan unta betina agar makan. Aku masuk shaff & tak seorang pun mencelaku atas perbuatan itu. ” (*15)
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
Referensi
(*1). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/272 no. 289)], Shahiih Muslim (I/293 no. 392 (28)), & Sunan an-Nasa-i (II/233).

(*2). Shahih: [Irwaa'ul Ghaliil (no. 262)] & Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/ 111 no. 631).

(*3). Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 763)] & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (III/99 & 100 no. 842).

(*4). Shahih: [Irwaa'ul Ghaliil (no. 336)] & Sunan an-Nasa-i (II/238).

(*5). Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 766)] & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (III/102 no. 840).

(*6). Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 722)], Mustadrak al-Hakim (I/251), ini adalah lafazh darinya. Dan pada Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/388 no. 681), Sunan an-Nasa-i (II/62), dgn lafazh:
إِِِِذَا صلَّى أَحَدُكُمِ إِلَى سُتْرَةٍ. . . إلخ.

(*7). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 62)] & Shahiih Ibni Khuzaimah (II/9 no. 800).

(*8). Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (339)], Shahiih Muslim (I/358 no. 499), Sunan at-Tirmidzi (I/210 no. 334), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/380 no. 671), dgn lafazh serupa.

(*9). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 62)] & Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/579 no. 506).

(*10). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/574 no. 496)], Shahiih Muslim (I/364/508), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/389 no. 682), dgn lafazh serupa.

(*11). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 64)] & Shahiih Ibni Khuzaimah (II/20 no. 827).

(*12). Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 338)] & Shahiih Muslim (I/326 no. 505)

(*13). Shahih: [Shahiih al-Jaami'ush Shaghiir (no. 719)], Shahiih Muslim (I/365 no. 510), Sunan an-Nasa-i (II/63), Sunan at-Tirmidzi (I/212 no. 337), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/394 no. 688).

(*14). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/584 no. 510)], Shahiih Muslim (I/363 no. 507), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/393 no. 687), Sunan at-Tirmidzi (I/210 no. 235), Sunan an-Nasa-i (II/66), & Sunan Ibni Majah (I/304 no. 945).

(*15). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/361 no. 504)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/403 no. 701), Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/571 no. 493), dgn tambahan: “بِمِنَى إِلَى غَيْرِجِدَارِ (di Mina tanpa menghadap ke tembok). ” Riwayat ini tak menafikan selain tembok. Karena sudah dikenal bahwa termasuk kebiasaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah beliau tak shalat di lapangan terbuka melainkan meletakkan (menancapkan) tombak di hadapannya.
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi tags: Alaihi Wa Sallam, Abu Hurairah

Siapakah Suamimu di Surga?


Saudariku muslimah, tahukah kamu siapa suamimu di surga kelak?(1)  Artikel di bawah ini akan menjawab pertanyaan anti. Ini bukan ramalan dan bukan pula tebakan, tapi kepastian (atau minimal suatu prediksi yang insya Allah sangat akurat), yang bersumber dari wahyu dan komentar para ulama terhadapnya. Berikut uraiannya:
Perlu diketahui bahwa keadaan wanita di dunia, tidak lepas dari enam keadaan:
1.    Dia meninggal sebelum menikah.
2.    Dia meninggal setelah ditalak suaminya dan dia belum sempat menikah lagi sampai meninggal.
3.    Dia sudah menikah, hanya saja suaminya tidak masuk bersamanya ke dalam surga, wal’iyadzu billah.
4.    Dia meninggal setelah menikah baik suaminya menikah lagi sepeninggalnya maupun tidak (yakni jika dia meninggal terlebih dahulu sebelum suaminya).
5.    Suaminya meninggal terlebih dahulu, kemudian dia tidak menikah lagi sampai meninggal.
6.    Suaminya meninggal terlebih dahulu, lalu dia menikah lagi setelahnya.
Berikut penjelasan keadaan mereka masing-masing di dalam surga:
    Perlu diketahui bahwa keadaan laki-laki di dunia, juga sama dengan keadaan wanita di dunia: Di antara mereka ada yang meninggal sebelum menikah, di antara mereka ada yang mentalak istrinya kemudian meninggal dan belum sempat menikah lagi, dan di antara mereka ada yang istrinya tidak mengikutinya masuk ke dalam surga. Maka, wanita pada keadaan pertama, kedua, dan ketiga, Allah -’Azza wa Jalla- akan menikahkannya dengan laki-laki dari anak Adam yang juga masuk ke dalam surga tanpa mempunyai istri karena tiga keadaan tadi. Yakni laki-laki yang meninggal sebelum menikah, laki-laki yang berpisah dengan istrinya lalu meninggal sebelum menikah lagi, dan laki-laki yang masuk surga tapi istrinya tidak masuk surga.
Ini berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam hadits riwayat Muslim no. 2834 dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-:
مَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبٌ
“Tidak ada seorangpun bujangan dalam surga”.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam Al-Fatawa jilid 2 no. 177, “Jawabannya terambil dari keumuman firman Allah -Ta’ala-:
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلاً مِنْ غَفُوْرٍ رَحِيْمٍ
“Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Turun dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 31)
Dan juga dari firman Allah -Ta’ala-:
وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya.” (Az-Zukhruf: 71)
Seorang wanita, jika dia termasuk ke dalam penghuni surga akan tetapi dia belum menikah (di dunia) atau suaminya tidak termasuk ke dalam penghuhi surga, ketika dia masuk ke dalam surga maka di sana ada laki-laki penghuni surga yang belum menikah (di dunia). Mereka -maksud saya adalah laki-laki yang belum menikah (di dunia)-, mereka mempunyai istri-istri dari kalangan bidadari dan mereka juga mempunyai istri-istri dari kalangan wanita dunia jika mereka mau. Demikian pula yang kita katakan perihal wanita jika mereka (masuk ke surga) dalam keadaan tidak bersuami atau dia sudah bersuami di dunia akan tetapi suaminya tidak masuk ke dalam surga. Dia (wanita tersebut), jika dia ingin menikah, maka pasti dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan, berdasarkan keumuman ayat-ayat di atas”.
Dan beliau juga berkata pada no. 178, “Jika dia (wanita tersebut) belum menikah ketika di dunia, maka Allah -Ta’ala- akan menikahkannya dengan (laki-laki) yang dia senangi di surga. Maka, kenikmatan di surga, tidaklah terbatas kepada kaum lelaki, tapi bersifat umum untuk kaum lelaki dan wanita. Dan di antara kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah pernikahan”.
    Adapun wanita pada keadaan keempat dan kelima, maka dia akan menjadi istri dari suaminya di dunia.
    Adapun wanita yang menikah lagi setelah suaminya pertamanya meninggal, maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama -seperti Syaikh Ibnu ‘Ustaimin- berpendapat bahwa wanita tersebut akan dibiarkan memilih suami mana yang dia inginkan.
Ini merupakan pendapat yang cukup kuat, seandainya tidak ada nash tegas dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- yang menyatakan bahwa seorang wanita itu milik suaminya yang paling terakhir. Beliau -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
اَلْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا
“Wanita itu milik suaminya yang paling terakhir”. (HR. Abu Asy-Syaikh dalam At-Tarikh hal. 270 dari sahabat Abu Darda` dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah: 3/275/1281)
Dan juga berdasarkan ucapan Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- kepada istri beliau:
إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تُزَوِّجِي بَعْدِي. فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي الدُّنْيَا. فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجُهُ فِي الْجَنَّةِ
“Jika kamu mau menjadi istriku di surga, maka janganlah kamu menikah lagi sepeninggalku, karena wanita di surga milik suaminya yang paling terakhir di dunia. Karenanya, Allah mengharamkan para istri Nabi untuk menikah lagi sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau di surga”. (HR. Al-Baihaqi: 7/69/13199 )
Faidah:
Dalam sholat jenazah, kita mendo’akan kepada mayit wanita:
وَأَبْدِلْهَا زَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا
“Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya (di dunia)”.
Masalahnya, bagaimana jika wanita tersebut meninggal dalam keadaan belum menikah. Atau kalau dia telah menikah, maka bagaimana mungkin kita mendo’akannya untuk digantikan suami sementara suaminya di dunia, itu juga yang akan menjadi suaminya di surga?
Jawabannya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah-. Beliau menyatakan, “Kalau wanita itu belum menikah, maka yang diinginkan adalah (suami) yang lebih baik daripada suami yang ditakdirkan untuknya seandainya dia hidup (dan menikah). Adapun kalau wanita tersebut sudah menikah, maka yang diinginkan dengan “suami yang lebih baik dari suaminya” adalah lebih baik dalam hal sifat-sifatnya di dunia (2). Hal ini karena penggantian sesuatu kadang berupa pergantian dzat, sebagaimana misalnya saya menukar kambing dengan keledai. Dan terkadang berupa pergantian sifat-sifat, sebagaimana kalau misalnya saya mengatakan, “Semoga Allah mengganti kekafiran orang ini dengan keimanan”, dan sebagaimana dalam firman Allah -Ta’ala-:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48)
Bumi (yang kedua) itu juga bumi (yang pertama) akan tetapi yang sudah diratakan, demikian pula langit (yang kedua) itu juga langit (yang pertama) akan tetapi langit yang sudah pecah”. Jawaban beliau dinukil dari risalah Ahwalun Nisa` fil Jannah karya Sulaiman bin Sholih Al-Khurosy.
___________
(1) Karenanya sebelum berpikir masalah ini, pikirkan dulu bagaimana caranya masuk surga.
(2) Maksudnya, suaminya sama tapi sifatnya menjadi lebih baik dibandingkan ketika di dunia.

Hadist Bicara Keutamaan Sholat Wajib


Sabda Rasulullah saw : Siapa yang mengerjakan shalat Isya dg berjamaah, maka dia seakan2 telah mendirikan shalat separo malam
(diriwayatkan oleh Ustman bin Affan ra).
Sabda Rasulullah saw : Siapa yang mengerjakan shalat Subuh dg berjamaah, maka dia seakan2 telah mendirikan shalat semalam suntuk.
(diriwayatkan oleh Ustman bin Affan ra).
Sabda Rasulullah saw : Sesungguhnya Allah SWT memiliki sejumnlah malaikat2 yg terus berkeliling untuk mencari majlis2 dzikir.
(diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra).
Sabda Rasulullah saw : Shalat yang paling berat bagi orang2 munafik adalah shalat Subuh dan shalat Isya.
(diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra).
Sabda Rasulullah saw : Orang yg kehilangan waktu shalat asar bagaikan orang yg kehilangan keluarga dan harta kekayaannya.
(diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra).
Sabda Rasulullah saw : Demi Allah! Sungguh aku istigfar (mohon ampun) dan bertaubat kepada Allah dalam sehari semalam lebih dari 70x.
(diriwayatkan olehAbu Hurairah ra).
Sabda Rasulullah saw : Jika kamu mendengar ayam2 jantan berkokok, mohonlah karunia dari Allah, krn ia telah lihat malaikat.
(diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra).

Wanita Penghuni Surga


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau: ” . Seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)
APAKAH CIRI-CIRI WANITA SURGA?
Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?
Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.
Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah:
1. Bertakwa.
2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
14. Berbakti kepada kedua orang tua.
15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.
(Disadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423).

Syari'at, Thariqat, Haqiqat & Ma'rifat

====================== Ilmu Syariat itu jadi Khazanah (tempat penyimpanan utama). ilmu Thariqat, Haqiqat dan Ma'rifat terkandung di dalamnya. Ilmu Tarekat itu jadi jalan sejati bila ingin mengetahui Tuhan. Lebih sukar karena sulit. Hati sanubari. Ilmu Hakekat itu pasti. Tahu yang sebenarnya, Kenyataan sifat-sifat Tuhan. Akan tetapi Allah tak dapat dilihat. Terlihat juga hanya pada sifat-sifatNya. Melihat tuhan hanya lah bisa lewat mengenal keagungan sifat dan khalqahNya Ilmu Makrifat yang lebih tinggi, Artinya tahu dengan jelas. Sadarilah itu dalam hidupmu! Sebab hidup nafas masuk-keluar itulah sebenarnya. Tahu dengan sebenar-benarnya. Bila mata tertutup sifat yang Maha Kuasa nampak bercahaya. Bila mata terbuka tersaksi dalam dzat segala-galanya yang terlihat itu. Ruang alam terang-benderang, ini sifat Yang Maha Agung. Beramal dalam Islam ada tertibnya. Ada urutan dan susunannya. Ada "progression" nya dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi. Ia bermula dengan Syari'at , kemudian dengan Tariqat , diikuti pula dengan hakikat dan diakhiri dengan Makrifat. sehingga yang perlu diperhatikan adalah salah satu dari empat macam itu tidak bisa ditinggalkan disaat sudah mencapai ke tingkat lain, karena kedudukan mereka laksana berpisah dalam kesatuan dan berkesatuan dalam berkepisahan Seringnya kita mendengar tentang kalimat Syari'at, Thariqat, Haqiqat & Ma'rifat, sehingga perlulah bagi kita untuk mengenal kalimat itu masing-masing secara lebih mendalam. sebagian dari kalimat-kalimat perumpamaan dari kalimat diatas sering diumpamakan sebgai telur, pohon kayu dll. Perumpamaan Telur Syari'at = kulit luarnya Thariqat = putih telurnya Hakikat = Merah Telur Ma'rifat = inti dari merah telu Tidak ada telur tanpa kulit, sebagaimana tasawuf tanpa syariat. Bahkan kulit telur itu mesti diupayakan jangan sampai retak, apalagi pecah. Kalaulah tidak, maka dapa tdipastikan seluruh isi telur itu akan membusuk dan tidak berguna lagi. Perumpamaan Tanaman Kalau Tasawuf diibaratkan tanaman, Syari'at = poho Thariqatnya = menyiram, memupuk dan memeliharanya dari hama dan berbagai macam gangguan, agar menghasilkan buah hakikat. Haqiqat = buah Ma'rifat = Berhasilnya tanaman itu dapat sehingga dapat mencicipi dan menikmati buah tanamannya Perumpamaan Perjalanan Orang yang akan atau sedang melakukan perjalanan, ibaratnya sebuah kendaraan. syariat = Jalan raya yang harus dilalui . Thariqat = adalah jalan-jalan kecil sebagai jurusan yang akhirnya mengarah kepada terminal hakikat. terminal = jurusan akhir dari perjalanan Hakikat = tujuan terakhir dari perjalanan Syariat itu bagaikan perahu Thariqat bagaikan lautan Hakikat itu mutiara yang sangat mahal harganya Syari’at adalah perbuatan (jasad) si hamba dalam melaksanakan ibadah kepada Allah harus dengan semurni-murninya ibadah.Thariqat adalah jalan (hati) untuk menuju kesuatu tujuan yang diridhai Allah, dengan hati yang bersih dan ikhlas atas segala perbuatan dan menerima cobaan Allah SWT.Haqiqat (nyawa) adalah tujuan untuk mencapai keridhaan Allah sehingga terbukti adanya “diri yang hakiki” yang kita hanya dapat merasakan dan sadari, bahwa diri yang yang keluar dari diri, sehingga kita dapat membuktikan dengan kesadaran yang hakiki tentang Kekuasaan Allah, tentang Rahasia Alam, tentang Alam Ghaib dan lain-lainnya.Ma’rifat (Rahasia Allah), adalah sampainya suatu tujuan sehingga terwujud suatu kenyataan dan terbukti kebe narannya (tidak diragukan lagi).
 ======== Nasehat Imam Malik Rahimahullah و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق و من جمع بينهما فقد تخقق “ barang siapa yang ber Tashawuf tanpa mempelajari fikih maka ia adalah Zindiq (rusak keimanannya) , sementara orang yang belajar fikih tanpa mengamalkan nilai Tashawuf maka ia adalah orang yang rusak. namun barang siapa yang memadukan keduannya benarlah ia “. Imam Syafi’i rahimahullah dalm [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47] pernah menasehati kita dengan tulisannya فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح “Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kenikmatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan). Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata : “ Ketahuilah wahai anak-anakku, mudah-mudahan Tuhan memberikan taufiq kepada kami dan engkau dan semua ummat Islam, aku wasiatkan kepada kamu bahwa engkau tetap menjalankan syari’at dan memelihara batas-batasnya. Ketahuilah wahai anak-anakku, bahwa thariqat kami ini didasarkan atas al-Qur’an dan as-Sunnah “. Kemudian Syeikh Ibrahim An-Nasharbadzi, berkata : “ Asal atau dasar ajaran ini (tasawwuf) adalah menetapi kitab dan sunnah, meninggalkan hawa nafsu dan bid’ah, berpegang pada imam-imam, mengikuti ulama salaf, meninggalkan sesuatu yang diadakan oleh orang-orang belakangan dan berdiri diatas jalan yang ditempuh oleh orang-orang terdahulu”.
 ============= ada yang mengatakan bahwa Perjalanan spiritual justeru dimulai dari MA’RIFAT, ke THARIQAT, lal ke HAQIQAT dan akhirnya sampai pada SYARIAT. mereka mengumpamakan dengan MAKRIFAT adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Malaikat Jibril, HAKIKAT saat dia mencoba untuk merenungkan berbagai perintah untuk IQRA, THARIQAT saat Nabi Muhammad SAW berjuang untuk menegakkan jalanNya dan SYARIAT adalah saat Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk sholat saat Isra Mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim. karena hal tersebut diatas, sehingga mereka mengatakan SYARIAT SHOLAT ADALAH PUNCAK PENDAKIAN SPIRITUAL yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para ahli spiritual. Padahal, Nabi MUHAMMAD SAW memberi tuntunan tidak seperti itu.

Analisa Kebenaran Ajaran Syekh Siti Jenar

Kalau kita berbicara syekh siti jenar maka maka pikiran kita pasti akan ingat pada salah satu ajarannya yaitu Manunggaling kawulo gusti.Sebagai salah satu orang yang pernah belajar ilmu kejawen Mas Say Laros tidak akan pernah lupa dengan tokoh sentral yang satu ini karena memang dalam setiap wejangan kejawen ajaran-ajaran kanjeng syekh siti jenar selalu tidak pernah dilupakan.
Sebenarnya siapa sich tokoh syekh siti jenar itu?Menurut sejarah syekh siti jenar yang lahir sekitar tahun 829 H/1426 Masehi ini memiliki nama kecil yaitu San Ali,beliau adalah anak dari Syekh Datuk Shaleh seorang ulama malaka yang pindah ke cirebon karena adanya ancaman politik dikesultanan malaka pada saat itu sekitar tahun 1424 M yaitu tepatnya pada masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah.
Dalam literatur sejarah Syekh siti jenar pernah merantau mencari ilmu ke Baghdad, Irak (kira-kira abad 15 – 16 M – itu masa hidupnya).Pada saat di Baghdad dia diajar oleh seorang kakek yang menurut riwayat ajarannya lebih mementingkan dzikir dari pada sholat. Hal itu adalah faktor yang menyebabkannya pemikirannya dianggap sedikit melenceng dari ajaran-ajaran islam pada saat itu.
Pada suatu hari kanjeng syekh berada dikamar pribadinya,Nach ada salah seorang murid utusan para wali datang menemui syekh,Murid tersebut mengetuk pintu dan berkata ‘’Apakah syekh siti jenar ada?’’Syekh siti jenar menjawab enteng ‘’Tidak ada,yang ada hanya gusti Allah’’.Murid utusan itu semakin bingung lalu dia pergi menemui para wali,dan para wali menyuruhnya kembali lagi ke kamar Syekh Siti Jenar dan mengganti nama syekh dengan gusti, lalu dia pun pergi dan kembali memanggil Syekh Siti Jenar, dia berkata “Apakah gusti ada?” Syekh menjawad “ tidak ada gusti yang ada hanya Syekh Siti Jenar” jawabnya dengan nada rendah. Murid menjadi lenbih bingung dan dia mengadukan apa yang dia dengar kepada para wali.
Setelah itu Syekh Maulana Maghribi menuduh Syekh Siti Jenar bahwa dia mengaku sebagai Allah. Atas tuduhan itu, karena itu Sunan Kalijogo menanyakan apakah benar tuduhan tersebut, beliau mengakuinya benar adanya, maka dewan wali dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi syekh siti jenar, dan Sekh Siti Jenar menerima putusan tersebut agar segera dilaksanakan, dan yang harus melaksanakan keputusan tersebut yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Nach,Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka dihalaman masjid Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sebagai berikut:
Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar suara yang sangat keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar, lalu para Wali saling tersenyum, sambil berkata, “Masa ada ALLAH seperti besi ?”
Syekh Siti Jenar menjawab, “Coba, tusuklah sekali lagi,”
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada ujud jasadnya.
Para Wali berkata kembali, “Masa matinya ALLAH seperti syaitan?”
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi, sambil berkata, “ Coba tusuk sekali lagi?”Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para Wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti kambing?Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka dan berkata, “Coba tusuk sekali lagi?”
Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar rebah, mati dan dari lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti cacing!”, karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, “ Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan anda?”dan dijawab oleh seluruh Wali,” Biasa!”, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul Kamil”
Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati.
Nach Dari cerita diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa cerita ditekankan pada Syekh Siti Jenar yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dalam hal ini Syekh Siti Jenar terlihat Seperti Al Hallaj dari irak, yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah.
Dalam “Manunggaling Kawula Gusti ” ajaran Syekh Siti Jenar, dituliskan syair yang berbunyi:
Aku ini adalah diriMu
Jiwa ini adalah jiwaMu
Rindu ini adalah rinduMu
Darah ini adalah darahMu

Bagian manakah dari dirimu yang bukan dariNya?
Tapi jangan kotori Nur Ilahi dengan bejatnya nafsumu
Karna itu sucikanlah,
dan tegapkan langkah,
untuk menuju status,
Manunggaling Kawula Gusti

Syair itu agak mirip dengan akhiran Surah Qaf ayat 16: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Mungkin itu yang menyebabkan Syekh Siti Jenar beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, secara harfiyah hal itu terlihat sesat, karena dia beranggapan sebagai Allah, tapi jika dikaji lebih dalam maksudnya adalah bahwa dalam dirinya ada bagian dari Allah, dalam hatinya, dalam inti hati kecilnya yaitu firmanNYA.
Dalam hati terdapat firman Allah, hal itu bisa dibuktikan dengan teori sains terbaru yang diutarakan Stephen Wolfram dalam bukunya “New Kind Of Science” yang walaupun tidak membahas tentang firman Allah, namun dalam buku itu dikatakan bahwa segala benda berasal dari kumpulan kata-kata, jadi mungkin maksud bahwa aku adalah Allah adalah dalam hatiku ada Allah.
Maksud dari kata-kata ‘dalam hatiku ada Allah’ ada dua, yaitu:
  1. Dalam hatiku ada Allah, Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa dalam hati manusia ada firman Allah.
  2. Dalam hatiku ada Allah, bahwa dia selalu mengingat Allah swt dengan dzikir.
Jika dilihat dari arti terakhir surah Qaf ayat 16 dikatakan bahwa “Aku lebih dekat dari urat lehermu”, maksudnya adalah Allah Maha Mengetahui.Ajaran Syekh Siti Jenar bernama Manunggaling Kawula Gusti, menurut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. maksud dari Manunggaling Kaula Gusti adalah fana fillah yang artinya adalah ketaatan yang sempurna terhadap Allah SWT, hal itu dikatakan menurut surah an nisa ayat 69: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana kedekatan antara Syekh Siti Jenar dengan Allah swt, begitu dekatnya hingga yang dilakukannya hanya dzikir. Dalam cerita dikatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak melakukan ibadah sholat melainkan hanyalah dzikir, sebenarnya shalat merupakan bagian dari dzikir,sehingga tidak perlu mengatakan sholat jika sudah mengatakan dzikir, karena dalam dzikir sudah termasuk sholat.
Jika dilihat dari penjelasan pertama, kita bisa menyimpulkan cara mengajar Syekh Siti Jenar adalah langsung kepada intinya tanpa memberi tahu bagaimana cara kesimpulan itu bisa didapat. Cara itu tidaklah salah bagi orang yang sudah berilmu, tapi kurang tepat bagi orang yang awam terhadap agama, hal ini dapat menimbulkan kesalahan presepsi bagi para pengikutnya, mungkin hal itu yang menyebabkan para wali menjadi gusar, karena mereka takut akan terjadinya kesesatan, hal itu yang menyebabkan para wali berusaha membunuh paham yang salah, yang ditimbulkan dari kurang tepatnya Syekh Siti Jenar mengajar.
Jika diibaratkan Syekh Siti Jenar Seperti orang yang mengajarkan pelajaran SMA kepada anak SD, sehingga menimbulkan kemelencengan inti dari apa yang diutarakan oleh Syekh Siti Jenar itu sendiri. Hal ini berbanding lurus dengan arti nama Syekh Siti Jenar itu sendiri, yaitu:
  • Syekh: menurut bahasa, kata “syekh” adalah setiap orang yang sudah berumur lebih dari 40 tahun, itu dinamakan syekh baik orang itu mukmin atau orang itu kafir.
    Menurut istilah, kata “syekh” adalah setiap orang yang mempunyai ilmu hakekat, walaupun orang itu berusia sebelum 40 tahun.
  • Siti: singkatan yaitu “isinya hati”. Tempatnya di dalam hati, bukan di bibir atau lisan.
  • Jenar : kuning. Kuning itu warna penyakit. Atau juga kebahagiaan, seperti dalam Al-Qu’an surat Al-Baqoroh ayat 69: “Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
Jadi Siti Jenar artinya, penyakit dalam hati, yang bisa diibaratkan lagi suatu yang buruk di tempat yang baik. Jika dibalikan akan menjadi hal yang baik di tempat yang buruk. Jika ditambah syekh yang di ibaratkan menjadi ilmu maka, syekh siti jenar berarti suatu ilmu yang tidak pada tempatnya.
Dalam Kitab Jamius Shaghir Bab huruf Tha hal 194 ada sebuah hadits yang bunyinya : Bersabda Rasulullah SAW : “Tiap-tiap orang muslim yang meletakkan ilmu bukan pada ahlinya laksana mengalungkan permata berlian dan mutiara serta emas di lehernya celeng.” (‘an Anas rowahu Ibnu Majjah).
Dalam cerita dikatakan bahwa ketika Syekh Siti Jenar akan dibunuh terjadi keanehan-keanehan seperti, badan seperti besi, menghilang, mati seperti kambing, mengucur darah putih, dan terakhir mati dan jasadnya berubah menjadi kuncup bunga mawar yang wangi. Hal-hal tersebut tidaklah masuk akal, tapi jika kita lihat dari penjelasan sebelumnya yang dimaksud dibunuh para wali bukanlah syekh siti jenar melainkan paham yang ada dimasyarakat yang ditimbulkan karena kesalahan mengajar syekh siti jenar, karena syekh siti jenar adalah penyebar dari paham itu, maka dia harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
Dalam cerita dikatakan bahwa dia mengakui bahwa dirinya adalah Allah, sehingga dia rela untuk diadili, itu berarti dia sudah mengalah untuk diadili dalam artian meluruskan paham sesuai situasi dan kondisi.Ketika dihukum mati Syekh Siti Jenar ditusuk, namun tusukan itu tidak menembus badannya karena badannya berubah menjadi keras seperti besi, itu berarti ketika diadili dia menolak dengan “keras” dalam artian apa yang diutarakan wali untuk menjatuhkannya dengan mudah ditangkis.
Menghilang, maksudnya adalah ketika dia tidak menghindar dari terkaan para wali melainkan menjawab dengan cara yang tidak bisa diduga. Mati seperti kambing karena dia mengalah seperti dalam cerita dia rela ditusuk yang maksudnya dia mengalah, tapi dia mengalah dengan cara yang hina seperti kematian seekor kembing.
Hal itu membuat para wali menjadi kecewa seperti yang dikatakan dalam cerita bahwa para wali mengejeknya, lalu dia menantang kembali para Wali agar mereka mau beradu argumen lagi, seperti dalam cerita dia hidup lagi dan berkata “ Coba tusuk sekali lagi?”. Mati dengan darah putih, maksudnya dia mengalah dengan cara yang aneh, karena jika dilihat, darah menyimbolkan najis, dan putih menyimbolkan suci, dan najis yang suci adalah hal yang aneh, dan tidak ada. Terakhir dia mati dengan jasad yang berubah menjadi kuncup bunga yang wangi, maksudnya dia mengalah dengan terhormat, seperti kuncup bunga bunga yang wangi. Kuncup bunga yang wangi bisa diartikan sebagai suatu awal dari kebaikan atau kebenaran.
Lalu dari penjelasn diatas apa hubungan antara penjelasan tadi dangan tema(ruh sejati muslim)? Kita lihat bagaimana Syekh Siti Jenar begitu dekat dengan Allah.Menurut penulis Syekh Siti Jenar sudah mendapatkan ruh sejati seorang muslim, sehingga penulis menulis makalah ini bertujuan memberikan contoh manusia yang sudah mencapai ruh sejati itu yaitu fana fillaah atau menurut Syekh Siti Jenar adalah manunggaling kawula gusti atau ada yang menyebutkan manunggaling kawula kalawan gusti, karena penulis rasa sudah banyak yang menerangkan tentang pengertian ruh sejati muslim, oleh sebab itu kita harus melihat bagaimana Syekh Siti Jenar mengikuti Rosululloh SAW dan menirunya, agar mendapat tingkatan spiritual tertinggi sepertinya(Rosululloh SAW) meskipun kita tidak bisa menyamainya.
 

Tauhid

Tauhid













































Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid menurut (salafi) dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.

Kedudukan tauhid dalam Islam

Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan & keagungan tauhid

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)

Perkataan ulama tentang tauhid

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

Pembagian tauhid

Rububiyah

Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

Uluhiyah/Ibadah

Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Asma wa Sifat

Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.

Tidak ada tauhid mulkiyah

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]